Minggu, 22 Mei 2011

TEORI PENAWARAN ISLAMI

PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Berbicara tentang teori penawaran dalam kerangka ekonomi Islam sebenarnya merupakan kelanjutan dari pembahasan tentang teori permintaan dalam ekonomi Islam. Sama halnya dalam ilmu ekonomi konvensional, dalam ilmu ekonomi Islam pembahasan persoalan ini menyangkut faktor-faktor atau variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kedudukan penawaran suatu barang atau jasa tertentu.
Sebagian penjelasan tentang aspek penawaran dalam ekonomi Islam telah diungkapkan dalam penjelasan tentang permintaan (Basri: 2006). (1)Simplikasi diatas dirasa belum mampu mewakili pemahaman teori penawaran islam secara gamblang (menyeluruh), karena jelas yang diungkap lebih banyak mengenai teori permintaan. Sehingga perlu ada penjelasan atau pemaparan tersendiri mengenai teori penawaran islam melalui pendekatan analisis sisi persamaan dan jelas perbedaanya dengan teori penawaran dalam ekonomi konvensional. (2) Seiring rasa keingintahuan yang tinggi mengenai teori penawaran dalam Ekonomi Islam, juga didorong oleh adanya stimulus yang dihadirkan dosen pengampu untuk membuat paparan dalam bentuk makalah (Paper) dan persentasi maka keharusan untuk memahami bahasan ini semakin menjadi-jadi.
Oleh karena itu dalam makalah ini hanya akan disinggung hal-hal yang dirasa penting mengenai teori penawaran dalam ekonomi mikro islam dikaitkan dengan perbedaan utama dari teori penawaran konvensional dalam bab pembahasan berikut.

B.      Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori penawaran islami?
2. Bagaimana Pengaruh Pajak dan Zakat dalam kurva Penawaran Islam?
3. Bagaimana Analisis Konsep Biaya dalam Teori Penawaran Ekonomi?



PEMBAHASAN
Seperti halnya pada permintaan yang diturunkan dari fungsi konsumsi, maka teori penawaran hakikatnya adalah derivasi dari perilaku individu-individu perusahaan dalam analisia biayanya. Pada bagian-bagian di muka telah diterangkan bahwa tidak ada perusahaan yang tersedia berproduksi ketika tingkat harga yang berlaku lebih kecil daripada biaya variabel rata-rata. Jadi, setiap perusahaan hanya akan berproduksi jika harga barang yang berlaku lebih tinggi daripada biaya variabel rata-ratanya. Pada dasarnya terdapat garis harga yang tak terbatas jumlahnya di atas titik perpotongan antara kurva biaya marginal dengan kurva biaya variabel rata-rata. Dari sinilah kita dapat menemukan beberapa kuantitas yang dapat ditawarkan pada setiap tingkatan harga. [1]

A.     Teori Penawaran Islam
Membahas teori penawaran Islami, kita harus kembali kepada sejarah penciptaan manusia. Bumi dan manusia tidak diciptakan pada saat yang bersamaan. Dalam memanfaatkan alam yang telah disediakan Allah bagi keperluan manusia, larangan yang harus dipatuhi adalah “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Larangan ini tersebar di banyak tempat dalam Al-Qur'an dan betapa Allah sangat membenci mereka yang berbuat kerusakan di muka bumi.
Secara umum tidak banyak perbedaan antara teori permintaan konvensional dengan Islami sejauh hal itu dikaitkan dengan variabel atau faktor yang turut berpengaruh terhadap posisi penawaran. Bahkan bentuk kurva secara umum pada hakekatnya sama. Satu aspek penting yang memberikan suatu perbedaan dalam pespektif ini kemungkinan besar berasal dari landasan filosofi dan moralitas yang didasarkan pada premis nilai-nilai Islam.
Yang pertama adalah bahwa Islam memandang manusia secara umum, apakah sebagai konsumen atau produsen, sebagai suatu objek yang terkait dengan nilai-nilai. Nilai-nilai yang paling pokok yang didorong oleh Islam dalam kehidupan perekonomian adalah kesederhanaan, tidak silau dengan gemerlapnya kenikmatan duniawi (zuhud) dan ekonomis (iqtishad). Inilah nilai-nilai yang seharusnya menjadi trend gaya hidup Islamic man. Yang kedua adalah norma-norma Islam yang selalu menemani kehidupan manusia yaitu halal dan haram. Produk-produk dan transaksi pertukaran barang dan jasa tunduk kepada norma ini. Hal-hal yang diharamkan atas manusia itu pada hakekatnya adalah barang-narang atau transaksi-transaksi yang berbahaya bagi diri mereka dan kemaslahatannya.
Namun demikian, bahaya yang ditimbulkan itu tidak selalu dapat diketahui dan dideteksi oleh kemampuan indrawi atau akal manusia dalam jangka pendek. Sikap yang benar dalam menghadapi persoalan ini adalah kepatuhan kepada diktum disertai pencarian hikmah di balik itu. Dengan kedua batasan ini maka lingkup produksi dan pada gilirannya adalah lingkup penawaran itu sendiri dalam ekonomi Islam menjadi lebih sempit dari pada yang dimiliki oleh ekonomi konvensional. Dengan demikian terdapat dua penyaringan(filtering) yang membuat wilayah penawaran (domain) dalam ekonomi Islam menyempit yaitu filosofi kehidupan Islam dan norma moral Islam.
Dalam perspektif ekonomi Islam, manusia diinjeksi dengan norma moral Islam sehingga nafsu untuk memenuhi keinginannya tidak selalu dipenuhi. Demikian juga cara untuk memenuhi keinginan tersebut senantiasa dikaitkan dengan norma moral Islam yang sellau menemaninya ke mana saja dan di mana saja. Karena itu, semua barang dan jasa yang diproduksi dan ditawarkan ke pasar mencerminkan kebutuhan riil dan sesuai dengan tujuan syariah itu sendiri (maqoshidu syariah). Dalam perspektif ini tidak dimungkinkan produksi barang yang tidak berguna secara syar’i. Kedua, rasionalitas. Asumsi kedua ini merupakan turunan dari asumsi yang pertama. Jika ilmu ekonomi konvensional melihat bahwa manusia adalah economic man yang selalu didorong untuk melampiaskan keinginannya dengan cara apapun, maka asumsi rasionalitas merupakan ruhnya yang mengilhami seluruh usahanya dalam rangka memenuhi keinginannya tersebut. Selama manusia menguras tenaga dan pikirannya untuk memenuhi keinginannya dengan cara apapun, ia adalah makhluk rasional. Ketika produsen berusaha memaksimalkan keuntunganan, dengan mengabaikan tanggung jawab sosial, ia adalah makhluk rasional dan tidak perlu dikhawatirkan. Begitu juga dengan konsumen yang ingin memaksimalkan nilai guna (utility) ketika membeli suatu produk, maka ia berjalan pada jalur rasionalitas dan hal itu secara ekonomi adalah baik.[2]

B.     Pengaruh Pajak Penjualan dan Zakat Perniagaan dalam kurva Penawaran Konvensional – Islam

1.       Pengaruh Pajak Penjualan
Pengenaan pajak penjualan atau pajak pertambahan nilai sebesar, misalnya Rpl00 per liter bensin premium, atau misalnya 10% dari harga per unit, akan meningkatkan average total cost. Peningkatan ATC secara langsung juga berarti meningkatkan M C.     
Bila harga tetap pada tingkat harga semula, maka peningkatan biaya ini berarti penurunan profit. Karena total revenue tetap sedangkan total cost meningkat. Sebelum adanya pajak penjualan, tingkat profit sebesar profit1. Dengan adanya pengenaan pajak penjualan,tingakat profir menurun menjadi profit2. Secara grafis keadaan tanpa adanya pajak penjualan digambarkan pada diagram yang atas oleh kurva average total cost ATC1, dan kurva marginal cost MC1. Harga berada pada tingkat P*. Sedangkan diagram bawah menggambarkan fungsi profit yang diturunkan dari diagram atas.
Ketika kurva ATC, memotong garis harga dari atas, jumlah penawaran adalah Q1'. Pada titik Q1', tingkat profit nihil karena pada titik ini AR=ATC yang berarti TR=TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit, pada diagram bawah yaitu titik Q1' pada garis horizonral sumbu X. Begitu pula ketika kurva ATC1, memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q1”. Pada titik Q1" ini, tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit1, pada tingkat output Q1” juga berada pada garis horizontal sumbu X.
Ketika kurva M C1 = P*, profit mencapa tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat produksi Q1*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit1, pada diagram bawah yaitu titik Q1*. Total profit digambarkan oleh segiempat profit1, yang diarsir pada diagram atas.
Adanya pengenaan pajak penjualan meningkatkan ATC dari ATC menjadi ATC2 dan MC1 menjadi M C2. Harga tetap berada pada tingkat P*.
Ketika kurva ATC, memotong garis harga dari atas, jumlah penawaran adalah Q2'. Pada titik Q2', tingkat profit nihil karena pada titik ini AR=ATC yang berarti TR = TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit2, pada diagram bawah yaitu titik Q2' = pada garis horizontal sumbu X. Begitu pula ketika kurva ATC2 memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q2”. Pada titik Q2” ini, tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit2 pada tingkat output Q2” juga berada pada garis horizontal sumbuX .
Ketika kurva MC2 = P*, profit mencapai tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat produksi Q*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit 2 pada diagram bawah yaitu titik Q2*. Total profit digambarkan oleh segi empat profit, yang diarsir. Jelaslah profi1 lebih kecil dibanding profit2. Secara pararel kita dapat pula mengatakan bahwa producer surplus dengan adanya pajak penjualan lebih kecil dibandingkan producer surplus tanpa adanya pajak penjualan.
Jadi pengenaan pajak penjualan membawa pengaruh terhadap :
1. Turunnya total profit dari profit1 menjadi profit2.
2. Turunnya tingkat profit maksimal yang digambarkan oleh puncak gunung kurva profit pada diagram bawah. Secara grafis, puncak kurva profit, lebih tinggi daripada puncak kurva profitr.
3. Mengecilnya rentang skala produksi dari Q1'Q1" menjadqi Q2’Q2” Dimana Q1' <>2’ dan Q1’Q2”

2.      Pengaruh Zakat Perniagaan
Pengenaan zakat perniagaan memberikan pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan pengenaan pajak penjualan. Dalam konsep Islam, zakat perniagaan dikenakan bila telah terpenuhinya dua hal: nisab (batas minimal harta yang menjadi objek zakat, yaitu setara 96 gram emas) dan haul (batas minimal waktu harta tersebut dimiliki yaitu satu tahun). Bila nisab dan haul telah terpenuhi, maka wajiblah dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5%.
Objek zakat perniagaan adalah barang yang diperjualbelikan. Dalam ilmu ekonomi, ini berarti yang menjadi objek zakat perniagaan adalah revenue minus cost. Ulama berbeda pendapat mengenai komponen biaya. Sebagian berpendapat bahwa biaya tetap boleh diperhitungkan, sedang sebagian lainnya berpendapat bahwa hanya biaya variabel saja yang boleh diperhitungkan. Dalam ilmu ekonomi pendapat pertama berarti yang menjadi objek zakat adalah economic rent, sedangkan pendapat kedua berarti yang menjadi objek zakat adalah quasri mt ataup roducer surplus. Pendapat mana pun yang digunakan atas objek zakat ini sama sekali tidak memberikan pengaruh terhadap ATC, yang berarti pula tidak ada pengaruh terhadap profit yang dihasilkan. Pengenaan zakat perniagaan juga sama sekali tidak memberikan pengaruh terhadap MC, yang berarti pula tidak memberikan pengaruh terhadap kurva penawaran. Upaya memaksimalkan profit berarti pula memaksimalkan producer surplus, dan sekaligus berarti memaksimalkan zakat yang harus dibayar. Jadi dengan adanya pengenaan zakat perniagaan perilaku memaksimalkan profit berjalan sejalan dengan perilaku memaksimalkan zakat.
Pada titik Q1’ tingkat profit nihil karena pada titik ini AR = ATC yang berarti TR = TC. Tingkat profit nihil ini digambarkan oleh kurva profit 1 pada diagram bawah, yaitu titik Q, pada garis horizontal sumbu X . Begitu pula ketika kurva ATC1 memotong garis harga dari bawah, jumlah penawaran adalah Q1”. Padat itik Q1" ini, tingkat profit juga nihil. Itu sebabnya kurva profit1 padat ingkat output Q1" juga berada pada garis horizontal sumbu X .
Ketika kurva MC1 = P*, Profit mencapai tingkat maksimal. Ini terjadi pada tingkat produksi Q1*. Tingkat profit maksimal ini digambarkan oleh kurva profit, pada diagram bawah yaitu titik Q1*. Pada titik Q1* pula tingkat zakat maksimal tercapai. Keadaan ini digambarkan dengan puncak kurva profit dan puncak kurva zakat yang terjadi pada titik Q1* (diagram bawah).[3]

C.      Analisis Konsep Biaya dalam Teori Penawaran Ekonomi
1.      Total Cost dan Marginal Cost
Fungsi total cost menunjukan, untuk setiap kombinasi input dan untuk setiap tingkat output, minimum total cost yang muncul adalah TC=TC(r,w,q). Meskipun fungsi total cost menggambarkan secara menyeluruh biaya yang harus dikeluaran, namun akan lebih memudahkan dalam kaitannya dengan kurva permintaan, bila analisis biaya dilakukan pada biaya per unit. Ada dua konsep biaya per unit yang dikenal :
1. Average Cost
`Fungsi average total cost atau average cost adalah biaya per unit atau dihitung dengan rumus total cost dibagi dengan jumlah output yang dihasilkan. Secara matematis ditulis:
ATC = ATC (r,w,q) = TC (r,w,q) / q
2. Marginal Cost
Fungsi marginal cost adalah tambahan biaya yang muncul untuk setiap tambahan output yang dihasilkan atau dihitung dengan rumus perubahan total biaya dibagi perubahan output. Secara matematis ditulis :
MC = MC (r,w,q) = δTC (r,w,q)/ δq
Jadi fungsi total cost diturunkan dari fungsi total produksi, dan fungsi marginal cost diturunkan dari fungsi total cost. Begitu pula dengan fungsi average cost diturunkan dari fungsi total cost. Tabel berikut ini memberikan ilustrasi numerik dari hubungan komponen-komponen tersebut. Fixed cost of capital diasumsikan $ 30/jam, dan biaya variabel yaitu biaya per unit tenaga kerja adalah $ 10/jam
L
Q
FC
VC
TC
AFC
AVC
ATC
MC*
0
0
30
0
30
--

1
4
30
10
40
7.50
2.50
10.00
2.50
2
14
30
20
50
2.14
1.43
3.57
1.0
3
27
30
30
60
1.11
1.11
2.22
0.77
4
43
30
40
70
0.70
0.93
1.63
0.63
5
58
30
50
80
0.52
0.86
1.38
0.67
6
72
30
60
90
0.42
0.83
1.25
0.71
7
81
30
70
100
0.37
0.86
1.23
1.11
8
84
30
80
110
0.36
0.95
1.31
3.33

1 komentar: