Minggu, 22 Mei 2011

pendekatan tradisional

PENDEKATAN TRADISIONAL

I.                    PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Islam telah menjadi kajian yang menarik banyak minat belakangan ini. Studi Islam pun makin berkembang. Islam tidak lagi dipahami dalam pengertian historis dan doktriner, tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentang bagaimana seseorang memaknai kehidupannya. Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas politik, ekonomi dan bagian dari perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, tetapi dibutuhkan metode dan pendekatan interdisipliner.
Di dunia Islam sendiri pendekatan-pendekatan ilmu-ilmu modern untuk mengkaji Islam mulai digemari, Islam tidak lagi dipahami hanya dengan instrumen kajian tradisional, yakni mengkaji Islam dari sudut doktrinalnya.[1]

  1. Rumusan Masalah
  1. Apa pengertian pendekatan tradisional?
  2. Apa peran tasawuf  sebagai pendekatan dalam studi islam?
  3. Apakah thoriqoh itu?
II.                 PEMBAHASAN
  1. Pengertian pendekatan tradisional
Yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini Jamaluddin Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan apakah penelitian agama itu, penelitian ilmu sosial, penelitian legalisti, atau penelitian filosofis.[2]
Adapun pendekatan doktriner - atau pendekatan studi islam secara konvensional merupakan pendekatan studi di kalangan umat islam yang berlangsung – adalah bahwa agama islam sebagai obyek studi diyakini sebagai sesuatu yang suci dan merupakan doktrin-doktrin yang berasal dari ilahi yang mempunyai nilai (kebenaran) absolute, mutlak, dan universal. Pendekatan doktriner tersebut juga berasumsi bahwa ajaran islam yang sebenarnya adalah ajaran islam yang berkembang pada masa salaf, yang menimbulkan berbagai madzhab keagamaan, baik teologis maupun hukum-hukum atau fiqih, yang kemudian dianggap sebagai doktrin-doktrin yang tetap dan baku. Sesudah masa itu, studi islam berlangsung secara doktriner, sehingga ajaran islam menjadi bersifat permanent, yang pada akhirnya menjadi tampak sebagai ketinggalan zaman.[3]
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. 
           Dalam pengertian lain tradisi adalah adat-istiadat atau kebiasaan yang turun temurun yang masih dijalankan di masyarakat. Dalam suatu masyarakat muncul semacam penilaian bahwa cara-cara yang sudah ada merupakan cara yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan.        Biasanya sebuah tradisi tetap saja dianggap sebagai cara atau model terbaik selagi belum ada alternatif lain. Misalnya dalam acara tertentu masyarakat sangat menggemari kesenian rabab. Rabab sebagai sebuah seni yang sangat digemari oleh anggota masyarakat karena belum ada alternatif untuk menggantikannya disaat itu. Tapi kerena desakan kemajun dibidang kesenian yang didukung oleh kemajuan teknologi maka bermunculanlah berbagai jenis seni musik. Dewasa ini kita sudah mulai melihat bahwa generasi muda sekarang sudah banyak yang tidak lagi mengenal kesenian rabab. Mereka lebih suka seni musik dangdut misalnya.
Tradisi merupakan roh dari sebuah kebudayaan. Tanpa tradisi tidak mungkin suatu kebudayaan akan hidup dan langgeng. Dengan tradisi hubungan antara individu dengan masyarakatnya bisa harmonis. Dengan tradisi sistem kebudayaan akan menjadi kokoh. Bila tradisi dihilangkan maka ada harapan suatu kebudayaan akan berakhir disaat itu juga. Setiap sesuatu menjadi tradisi biasanya telah teruji tingkat efektifitas dan tingkat efesiensinya. Efektifitas dan efesiensinya selalu ter- up date mengikuti perjalanan perkembangan unsur kebudayaan. Berbagai bentuk sikap dan tindakan dalam menyelesaikan persoalan kalau tingkat efektifitasnya dan efesiensinya rendah akan segera ditinggalkan pelakunya dan tidak akan pernah menjelma menjadi sebuah tradisi. Tentu saja sebuah tradisi akan pas dan cocok sesuai situasi dan kondisi masyarakat pewarisnya.
Selanjutnya dari konsep tradisi akan lahir istilah tradisional. Tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan dalam masyarakat. Didalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan norma yang belaku dalam masyarakat. Dengan kata lain setiap tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.
Seseorang akan merasa yakin bahwa suatu tindakannya adalah betul dan baik, bila dia bertindak atau mengambil keputusan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Dan sebaliknya, dia akan merasakan bahwa tindakannya salah atau keliru atau tidak akan dihargai oleh masyarakat bila ia berbuat diluar tradisi atau kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Disamping itu berdasarkan pengalaman (kebiasaan)nya dia akan tahu persis mana yang menguntungkan dan mana yang tidak. Di manapun masyarakatnya tindakan cerdas atau kecerdikan seseorang bertitik tolak pada tradisi masyarakatnya.
Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa sikap tradisional adalah bahagian terpenting dalam sitem tranformasi nilai-nilai kebudayaan. Kita harus menyadari bahwa warga masyarakat berfungsi sebagai penerus budaya dari genersi kegenerasi selanjutnya secara dinamis. Artinya proses pewarisan kebudayaan merupakan interaksi langsung (berupa pendidikan) dari generasi tua kepada generasi muda berdasarkan nilai dan norma yang berlaku. Proses pendidikan sebagai proses sosialisasi, semenjak bayi anak belajar minum asi, anak belajar tingkah laku kelompok dengan tetangga dan di sekolah. Anak menyesuaikan diri dengan nilai dan norma dalam masyarakat dan sebagainya.[4]
Menurut Adams fokus studi tasawwuf yang masih relevan hingga sekarang meliputi: pertama, sejarah sufisme yang hingga kini terus menjadi pedebatan dan menjadi elemen penting dalam studi tentang sufisme. Kedua, studi tentang karya-karya penulis muslim khususnya dalam bentuk puisi dan prosa sebagai ungkapan simbolik kepatuhan dan kedekatan pada Allah. Ketiga, studi tentang mystical brotherhood (organisasi sufi/tarekat) yang merupakan manifestasi dari ajaran-ajaran sufi.[5]
  



  1. Peran Tasawuf sebagai pendekatan studi islam
1. Pengertian tasawuf
Tasawuf adalah suatu bidang ilmu keislaman dengan berbagai pembagian di dalamnya, yaitu tasawuf akhlaqi, tasawuf amali dan tasawuf falsafi. Tasawuf akhlaqi berupa ajaran mengenai moral/ akhlak yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan yang optimal. Tasawuf amali  berupa tuntunan praktis tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Tasawuf amali ini identik dengan tarekat, sehingga bagi mereka yang masuk tarekat akan memperoleh bimbingan semacam itu. Sementara tasawuf falsafi berupa kajian tasawuf yang dilakukan secara mendalam dengan tinjauan filosofis dengan segala aspek yang terkait di dalamnya. Dari ketiga bagian tasawuf tersebut, secara esensial semua bermuara pada penghayatan terhadap ibadah murni (mahdlah) untuk mewujudkan akhlak al-karimah baik secara individual maupun sosial.
Berdasarkan tujuan tasawuf tersebut, yaitu berupaya membentuk watak manusia yang memiliki sikap mental dan perilaku yang baik (akhlakul karimah), manusia yang bermoral dan dan memiliki etika serta sopan santun, baik terhadap diri pribadi, orang lain, lingkungan dan Tuhan, maka semua orang wajib belajar tasawuf
Namun belajar tasawuf secara mendalam, yaitu tasawuf amali dan khususnya tasawuf falsafi, memang diharapkan dilakukan setelah seseorang memiliki tingkat pengetahuan aqidah dan syari’ah yang mencukupi. [6]

 2. Tasawuf sebagai pendekatan studi islam
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa pendekatan dalam studi islam melalui doktrin-doktrin yang berkembang pada masa salaf yang menimbulkan berbagai madzhab keagamaan, baik teologis maupun hukum-hukum/ fiqh. Misalnya tasawuf yang telah menjadi bagian dari ilmu agama islam. Tidak berbeda jauh dari ilmu-ilmu yang lain, bagi orang yang mempelajari ilmu tasawuf harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagaimana para pencari ilmu. Diantara syarat tersebut harus mendapat bimbingan dari guru (mursyid). Mursid adalah seorang yang telah mencapai Rijal al-kamal  dan telah Mukasyafah (wali yang sempurna dan telah “terbukannya tabir” penyekat antara dia dan Tuhan), yang bertugas membimbing murid sesuai dengan tingkatan (maqamat)-nya masing-masing.
Salah satu amalan tasawuf adalah menjadikan do’a, di samping sebagai alat komunikasi dengan Tuhan juga sarana memohon kepada Allah SWT. Kaitannya dengan do’a semacam itu, al-qur’an banyak menerangkan dalam beberapa ayatnya, semisal dalam surat Ghofir 40:60. dalam ayat tersebut dinyatakan do’a bukan sekadar hak umat manusia, namun perintah Allah SWT kepada manusia apabila memiliki keinginan. [7]

3. Peran taswuf dalam masyarakat
Kemajuan di bidang teknologi komunikasi seperti computer, faximile, internet dan sebagainya jakan membuka peluang bagi orang untuk lebih meningkatkan aktivitas jahatnya dalam bentuk yang lebih canggih. Jaringan-jaringan peredaran obat-obat terlarang, tukar menukar informasi, penyaluran data-data film yang berbau pornografi dan sebagainya akan semakin intensif pelaksanaannya. Untuk menyingkapi masalah-masalah tersebut perlu diadakan kegiatan di bidang dakwah, jurnalistik, pengkajian Islam, perbaikan masyarakat, dan sosial kemasyarakatan lainnya akan lebih efektif dan berhasil secara efisien jika di dukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.

1 komentar: